Berbohong itu buruk

Di sebuah sekolah yg terbuat dari jamur itu berisi para kurcaci kurcaci kecil.Karena usia mereka muda...
disana adalah kerajaan Lollypop.Hidup damai sejahtera selalu, akan tetapi di sekolah kurcaci ada peristiwa yg mengejutkan para kurcaci kecil....Apakah itu? ayo simak!

Di sekolah untuk para Kurcaci kurcaci Kecil itu biasa banyak yg memyebutnya SKK. Di sana ada anak yg badannya besar dan agak tinggi ia bernama Gelco, ia memiliki sayap yg besarnya sama dengan kurcaci kurcaci kecil lainnya. Setiap terdengar bunyi kayu yang di pukul dengan batang itu bertanda istirahat para kurcaci. Dan jika terdengar tepukan tangan maka bertanda istirahat telah usai dan kembali masuk ke ruangan jamur atau yg biasa di sebut kelas bagi para manusia.Oh ya lanjut ke Kurcaci Kecil...

Hari ini Pelajaran memetik rumput untuk para siswa kurcaci, Kadang mereka disuruh memetik rumput yg tingginya melewati tinggi badan nya.. itu adalah yg tersulit apa lagi bagi Monil ia adalah kurcaci kecil yg paling pendek dan lemah, ia paling hanya bisa mencabut rumput rumput yg lebih pendek dan tipis.
"Monil kamu memetik rumput di sana.. Hasna kamu memetik di dekat batu itu..Ouri kamu memetik rumpur yg berembun Selvi kamu memetik rumput yg disana itu yang bentuknya peyot (Miring) Gelco kamu cabut yg paling besar di sana itu dekat Karangan laut Widse.. kamu memetik rumput yg dekat dengan sungai........" Seru Gerd guru di sekolahnya. Hari ini murid murid banyak tidak masuk karena kemarin terjadi hujan deras. Semua anak melakukan kerjanya dan datanglah Monil tanpa membawa rumput ilalang yang di suruh Gerd.
"Mengapa kau tak mencabutnya?"Tanya Gred.
"Berat sekali susah lihat lah keringat ku sampai menetes"jawab Monil terkekeh kekeh letih.
"padahal itu rumput yg paling kecil? Lihatlah Selvi... ia tetap mencabut rumput itu dengan sekuat tenaga hingga akar..."Gred tak dapat melanjutkan karena selvi terpental rumput ilalang yg sudah ia cabut dengan sekuat tenaga. "astaga.."
Monil dan Gred segera membantu Selvi yang terjatuh di pasir. "aduh.... " kata Selvi lirih, ia mengelus elus tangannya yg memar. " Kamu tak apa apa kan??" Tanya Gred pada selvi.
"tak apa apa.."jawab selvi dan mukanya langsung tersenyum " ini rumput yang kau perintahkan"
"Bagus....."kata Gred sambil memberikan jempol. Rupanya Yang lain sudah mencabut rumput masing masing dan mereka bersama sama mengumpulkannya "Ini Gred..""ini Gred" "INi Gred"
Gred tersenyum puas dan memberikan jempol kepada mereka. Akan tetapi Widse berseru "Gred apakah Monil sudah??"
Gred menepuk keningnya..."Oh ya...dia belum ia pun menemui Monil "Monil...karena kamu tak mencabut rumput sebagai penggantinya besok saat pelajaran menggambar kamu harus menggambar 2 gambar!"
"Baik lah..."jawab Monil lesu dan menunduk sedih.
Bunyi Kayu yg dipukul dengan batang pun berbunyi "tuk tuk tuk"
Mereka berhamburan mencari buah buahan untuk menjadi lauk pauk makanan mereka. Setelah dapat mereka langsung makan. Tiba tiba bunyi terdengar tepukan tangan berarti istirahat telah usai. Mereka yg belum selesai makan akan mereka sembunyikan di balik batu di pohon dll karena nanti sepulang sekolah mereka akan memakannya lagi. Setelah masuk sekolah Mereka megambil bantal masing masing seperti biasa pada saat ingin tidur mereka bertukar cerita..biasa Gelco bercerita selalu "eh tau tidak... aku ini pandai berenang dan terbang dengan ketinggian yg tinggi!" begitulah serunya sombong. Gred pernah berkata bahwa pelajaran Terbang akan dilatih ketika level 15 dan mereka baru level 13. Tiba tiba Gred masuk dan melihat sekeliling para kurcaci yg masih belum tidur.. "Syukur kalian belum tidur nanti akan ada latihan terbang melesat setelah istirahat tidur telah usai oke..baiklah silahkan tidur yg nyenyak nanti heddliq yg melatihkan kalian...bagi yg sudah pandai bisa mengajari temannya.. oke silahkan tidur saya tinggal dlu ya..."kata Gred sambil menutup pintu dan keluar. "eh nanti kamu ajarkan aku terbang ya Gel... aku tak pandai nih.."tiba tiba Ouri membisikan pada Gelco. "eh...lihat saja nanti" jawab Gelco cepat dan langsung tidur.
Setelah 1jam 3o menit usai mereka bangun dan segera menuju sungai. Mereka mencoba  terbang dengan sayap mereka. "Gelco..terbanggih...!" seru Heddliq sambil menunjuk pada Ouri "Pandai terbang?"
Gelco mengganguk tapi sepertinya ia tidak senang. "oke..1 2 3.." seru Heddliq sambil  mendorong Gelco terjun ia kaget setengah mati dan ia panik ia pun oleng dan nyangkut pada batang pohon. Heddliq segera menggangkat Gelco yg besar itu ke atas untuk di ajarkan terbang. Rupanya Gelco pingsan ia segera di taruh di ruangan tidur tadi sedangkan yg lain berlatih hingga semua pandai terbang.

Tiba tiba mata Gelco terbuka ia melihat ada teman temannya termasuk Ouri. "kamu sudah sadarkan diri?" tanya dari salah seorang. Gelco hanya mengganguk pelan. "tadi saat kamu terjun kamu terjatuh... apakah kamu belum pandai terbang?? kami tadi sudah di latih hingga kami semua bisa terbang. Ngg mungkin kamu akan terlambat akan kebisaan terbangnya"jelas Ouri sambil menatap Gelco.
Gelco pun terbangun ia berkata pada semua kurcaci di sana "Hm sebenarnya aku belum bisa terbang...hanya saja aku selalu menceritakan aku pandai terbang agar terlihat keren"jelas Gelco malu.
"Ya sudah baiklah nanti kamu akan saya ajarkan oke ya?" tanya Heddliq pada Gelco. Gelco mengganguk.

*** Tamat ***

(Kisah terinspirasi dari sebuah kejadian benaran yg terjadi)
(tetapi ini hanya diubah ubah dan terjadi pada manusia tentang perlombaan silat)

Cerita: seperti tumbuhan padi

Sepatu belum dilepas. Pakaian seragam sekolahnyapun belum juga diganti. Tas dilempar di tempat tidurnya. Sigit langsung membantingkan dirinya sambil menggerutu dengan wajah cemberut. Emosinya meledak.
Itulah sebabnya, maka ibunya memasang telinga di muka pintu Sigit. lngin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi pada anak tunggalnya itu.
“Prok! Prok!” suara di dalam kamar itu mengejutkan ibu Sigit.
“Ada apa sih, Git?” tanya ibu Sigit dari balik pintu kamar.
Tidak ada jawaban dari dalam kamar.
“Keluarlah nak…..!” pinta ibu Sigit halus.
Itupun tak dijawab oleh Sigit.
“Sebaiknya sepulang sekolah kamu cuci tangan dan makan dulu, Git…”
Tetap tidak ada sautan. Hal itu menyebabkan ibu Sigit geleng-geleng kepala dan akhirnya berlalu menuju dapur untuk menyiapkan makan siang.
Jam menunjukkan pukul lima sore ketika Sigit selesai mandi. Kini wajahnya tak secemberut siang tadi. Apa lagi tak lama kemudian Dullah
datang membawa buah duku.

“Manis juga ya….” ujar Sigit sambil mengunyah duku.
“Mau yang masam?” kelakar Dullah.
“Nggak, ah….”
Ditengah-tengah keasyikan itu tiba-tiba ibu Sigit mendekatinya.
“Nah, hegitu dong, susah itu tak ada gunanya, bukan?” kata ibu Sigit.
“Benar nggak, Git! Dul…! Oya, sebenarnya ada kejadian apa sih, Dul, siang tadi? Sepulang sekolah Sigit mengunci kamar menggerutu tak ada habisnya.”
Dua anak itu berpandang-pandangan. Dullah berpikir¬pikir.
“Apa sih, Git?” bisik Dullah kepada Sigit.
“Ridwan! Murid baru tadi!” jawab Sigit berbisik pula. Dullah jadi ingat.
“Oya bu, di kelas kami ada seorang murid baru. Ridwan namanya. Dia berasal dari desa. Dia pendiam tak banyak omong. Penakut barangkali. Oleh karena itulah maka Iping selalu menyindirnya, mana anak udik! Anak tak becus dan sebagainya. Tetapi Ridwan tak marah sedikit pun. Namun di balik itu semua, dia cerdas sekali. Tadi ketika ulangan matematika dia mendapat nilai sepuluh. Bayangkan, bu! Padahal lainnya paling tinggi hanya mendapat tujuh. Termasuk Sigit yang biasanya mendapat nilai paling baik. Namun kali ini ada yang mengungguli.”
Sigit menunduk.
“Itukah yang menyebabkan siang tadi kau cemberut, Git?” desak ibu Sigit. “Itu keliru. Seharusnya teman baru yang lebih pandai harus bersyukur. Bahkan dapat kalian manfaatkan. Kalian harus banyak belajar dari dia, agar nilai-nilaimu nanti dapat lebih baik. Lebih dari itu ibu yakin dia mesti anak baik. Tidak sombong. Tidak suka menonjolkan kepandaiannya. Ibarat tumbuhan padi. Menunduk karena berisi. Nah, kalian harus meniru ilmu padi itu.”
Sigit dan Dullah saling berpandangan. Mereka mengerti maksud ibu Sigit.
“Baiklah, bu,” ucap Sigit tersendat.
“Kapan-kapan kita belajar bersama ke rumahnya,” sambung Dullah. “Karena memang ujian sudah dekat.”
“Tentu!” jawab Sigit.***

sumber:  http://www.cerita-anak.com/seperti-tumbuhan-padi.html#more-48

Puisi untuk sahabat sejati


kian lama hidup yang ku jalani
selalu bersama mu sahabat ku
susah sedih senang yang ku rasakan
bersama mu sahabat ku

sahabat
begitu banyak kenangan yang kita lalui
ke bahagian yang selalu kita rasa bersama
namun musnah dengan sekejap
telah di renggut oleh maut yang tak terduga

sahabat
kini kau telah pergi meninggalkan ku
meninggalkan semua kenangan kita
menyimpulkan sebuah air mata
yang terjatuh di pipi ku

sahabat
meski kini kita tak bersama
meski kita telah berbeda kehidupan
namun kita tetap satu dalam hati dan cinta
karena kau sahabat sejati ku

selamat tinggal sahabat ku
selamat jalan sahabat sejati ku
cinta kasih mu kan selalu satu di hati ku
selamanya ………


sumber: